Dokter, saya suami berusia 43 tahun, sedangkan istri saya 40 tahun, dengan 4 orang anak. Anak ke-4 kami lahir satu tahun yang lalu., sesaat setelah melahirkan anak ke-4 kami sepakat istri steril.
Namun, kami merasakan sesuatu yang kurang beres terhadap gairah istri saya. Sekitar 3-4 bulan terakhir ini, rasanya turun drastis. Padahal sebelum dilakukan steril, saya merasakan gairah yang selalu menggebu-gebu saat melakukan hubungan suami istri. Apa benar, bahwa semua ini disebabkan oleh operasi steril tersebut?
Doni, Pasuruan
Mas Doni inginnya bergairah dan menggebu-gebu terus, ya? Memang ada semacam rumus, dalam hubungan suami istri, gairah sang istri adalah semangat sang suami. Jadi, kalau istrinya kurang bergairah maka semangat sang suami turun juga.
Keinginan Mas Doni agar supaya istri selalu bergairah wajar dan bagus-bagus saja, namun harus disadari bahwa hubungan seks tidak hanya melibatkan fisik, namun tak kalah pentingnya adalah keterlibatan emosi (psikis-kejiwaan). Dengan kata lain, untuk mendapatkan kualitas hubungan seks yang baik diperlukan keadaan psikis dan fisik yang prima.
Semua sama dengan kondisi fisik, kondisi psikis juga bisa naik turun juga. Mungkin saat ini, keadaan istri Pak Doni secara psikis kurang mendukung untuk diajak melakukan hubungan seks dengan semangat tinggi. Karena kesibukan-kesibukan merawat si kecil yang memerlukan perhatian yang luar biasa, atau mungkin menemani belajar kakak-kakaknya. Belum lagi jika istri kerja sebagai wanita karir, masih disibukkan urusan kantor, selain mungkin bertambahnya usia, harus disadari memerlukan penyesuaian-penyesuaian tersendiri.
Mungkin kondisi-kondisi yang sudah disebut memengaruhi keadaan kejiwaan istri Pak Doni sehingga bapak merasakan istri kurang bergairah? Kebetulan, setahun yang lalu, pasca persalinan anak ke-4 dilakukan steril, sehingga steril ini yang disalahkan Pak Doni.
Sterilisasi atau kontrasepsi metode operasi wanita (MOW) adalah tindakan membuntu saluran telur (tuba falopii) melalui sayatan kecil di dinding perut. Lokasi antara saluran telur dengan ovarium (indung telur) sebagai pabriknya hormon seks steroid saling terpisah, sehigga tindakan pembuntuan tidak berpengaruh terhadap aktivitas seks.
Dari penjelasan di atas, tindakan sterilisasi tidak berpengaruh terhadap kuantitas ovarium, dalam memproduksi hormon steroid, maka tindakan penyambungan kembali tidak akan berpengaruh terhadap aktivitas seks istri Pak Doni, seperti yang diharapkan.
Jadi yang terpentig, kesadaran dan membina terus komuikasi. Khususnya yang berkaitan dengan problem-problem yang dihadapi. Keinginan masing-masing pihak harus selalu didiskusikan bersama untuk mendapatkan hubungan suami istri yang berkualitas.
Dr Budi Santoso SpOG
Tinggalkan Balasan