Akibat Fluktuasi Hormon, Sebabkan Mudah Marah hingga Jerawatan
Dua hari terakhir, Resa mengeluh seluruh tubuhnya terasa tidak enak. Dia juga gampang marah dan depresi. Terganggu sedikit saja, perempuan 26 tahun itu meledak. Tapi, teman-teman Resa maklum. “Dia lagi PMS, biarin aja. Nanti juga berhenti sendiri,”ujar seorang teman Resa.
PMS di sini bukan penyakit menular seksual, melainkan premenstrual syndrome. Istilah itu bisa dibilang lekat dengan perempuan. Menurut dr Hendra S. Ratsmawan SpOG, Spesialis obstetri dan ginekologi RS Haji Surabaya, PMS merupakan sekumpulan gejala yang muncul akibat perubahan hormon yang terjadi dalam tubuh perempuan menjelang menstruasi. “Penyebab aslinya belum diketahui. Tapi, diduga kuat, kondisi itu akibat perubahan hormon,”katanya.
Gejala PMS muncul sekitar dua pekan menjelang haid. Pada orang dengan siklus haid normal, ovulasi (pelepasan sel telur yang sudah matang) terjadi pada 14 hari menjelang haid. Saat itu, hormon estrogen berada di puncak. Bila sel telur yang sudah matang dan dilepaskan tersebut tidak dibuahi, hormon estrogen perlahan-lahan menurun dan hormon progesteron mulai naik. Naik turunnya hormon inilah yang mengakibatkan PMS.
“Perubahan hormon ini memengaruhi sistem syaraf pusat otak. Akibatnya emosi jadi naik turun juga. Jangan lupa, naik turunnya estrogen dan progesteron memengaruhi hormon-hormon lain di dalam tubuh,”jelas Hendra.
Karena itu, lanjut Hendra, sebagian orang mengeluh gampang jerawatan menjelang menstruasi, sebagian lainnya merasa kram pada perut, atau payudara terasa bengkak dan sakit. Beberapa perempuan juga merasa tubuhnya menggemuk menjelang menstruasi. Penyebabnya, menurut Hendra, saat terjadi perubahan hormon, tubuh mengalami retensi air. Artinya, tubuh lebih mudah menyerap garam (natrium). Padahal, natrium bersifat mengikat air. “Karena itu, lebih baik mengurangi konsumsi garam menjelang menstruasi,”ungkapnya.
Tapi, tidak semua perempuan mengalami PMS. Berdasarkan siklus haidnya, perempuan dibagi menjadi dua, yakni ovulatoar dan unovulatoar. Ovulatoar adalah kelompok perempuan yang mengalami siklus menstruasi teratur, sedangkan unovulatoar adalah perempuan yang siklus menstruasinya tidak teratur. “Pada perempuan yang menstruasinya tidak teratur, ovulasinya juga tidak teratur. Jadi, dia cendrung tidak mengalami PMS,”lanjut dokter berusia 32 tahun itu.
Biasanya, PMS diderita perempuan yang memang mengalami ketidakseimbangan hormon. Misalnya, atlet dan penderita obesitas. “Atlet biasanya tidak menyimpan banyak lemak tubuh. Padahal, lemak adalah penghasil hormon estrogen. Akibatnya, tubuh mereka kekurangan estrogen. Pada penderita obesitas, sebaliknya, kadar estrogen berlebihan. Ini juga tidak baik,”papar Hendra. Selain keduanya, pemakai narkoba dan pecandu alkohol umumnya mengalami ketidakseimbangan hormon.
Gejala-gejala PMS, masih menurut Hendra, akan menghilang dengan sendirinya saat sel telur yang tidak dibuahi luruh dan keluar dari tubuh melalui darah mentruasi. Meski begitu, untuk menghindarinya, Hendra menyarankan agar perempuan yang rentan PMS mengurangi konsumsi alkohol, kafein, atau makanan siap saji. “Perbanyak konsumsi sayur dan olah raga,”sarannya. (any)